Novi: Menjadi Gapyear Bukanlah Sebuah Kegagalan!
Waktu kecil pertanyaan mengenai
cita-cita adalah pertanyaan yang menyenangkan. Kita bisa berandai-andai menjadi
apa saja yang kita inginkan ketika dewasa nantinya. Begitu juga dengan Novi
kecil, jika ditanya mengenai apa cita-citanya, ia akan selalu menjawab dengan
penuh semangat, “aku mau jadi dokter!”
Namanya
Novi Nur Ramadhani, nama yang cantik seperti semangatnya yang tak pernah pudar
dimakan asa. Seiring berjalannya waktu, Novi kecil tumbuh menjadi perempuan
dewasa dengan mimpi sederhananya. Mimpi untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi
di tempat yang ia impikan selama ini. Beribu-ribu usaha ia lakukan,
berkali-kali penolakan ia dapatkan, dan kenyataan pahit tak padamkan
semangatnya untuk terus mengejar mimpinya. Sejak bangku sekolah, anak perempuan
ke tiga dari empat bersaudara ini sudah memiliki niat untuk melanjutkan
pendidikannya ke bangku kuliah. Terlihat dari ia yang terus mempertahankan
nilai rapornya dari semester awal hingga akhir. Membuat ia mendapatkan kesempatan
untuk ikut dalam seleksi berdasarkan prestasi atau disebut SNBP (Seleksi
Nasional Berdasarkan Prestasi) pada tahun 2022. Namun sayang, keberuntungan
belum berada dipihaknya, inilah awal dari penolakan yang ia dapatkan.
Tidak
berhenti sampai disitu, meskipun mendapatkan penolakan lewat jalur prestasi,
Novi mendaftar kembali melalui jalur tes atau SNBT (Seleksi Nasional
Berdasarkan Tes). Kurangnya persiapan dan banyak hal sulit yang terjadi dalam
hidupnya waktu itu membuatnya lagi-lagi belum berhasil dan mendapatkan
penolakan yang kedua. Perekonomian keluarganya juga bisa dikatakan tidak
baik-baik saja, sehingga memengaruhi dalam proses belajar dan kurangnya
informasi mengenai kuliah yang ia tau karena fokusnya yang terbagi. Alhasil, ia
merasa kurang dalam hal persiapan, sampai pada ujian-ujian mandiri yang ia
ikutipun tidak terarah. Di tahun pertama ini, lagi dan lagi penolakan seperti
menjadi temannya, kembali datang untuk kesekian kali.
Meski
pada akhirnya ia harus memutuskan untuk gapyear,
suatu keputusan sulit dalam hidupnya. Selama masa gapyear terkadang ia merasa kesepian, merasa tertinggal dari
teman-temannya yang lain karena melihat temannya sudah duduk dibangku kuliah
tetapi ia masih harus berusaha untuk berjuang kembali. Belum lagi omongan-omongan
buruk terhadapnya yang membuat ia stress, sedih, dan kecewa. Itu sebabnya
mengapa menjadi gapyear tidak mudah.
Namun siapa sangka, di tengah kejadian yang ia alami, ia mendapatkan tawaran
untuk mengajar les private anak kelas
dua SD (Sekolah Dasar). Hitung-hitung
buat bantu orang tua, ungkapnya.
Selama
masa gapyear, perempuan kelahiran Jakarta, 11 November pada warsa 2003 dengan
tekadnya yang tak pernah habis terus menggali informasi mengenai pendaftaran
masuk perguruan tinggi. Tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama di tahun
sebelumnya karena kurangnya informasi yang ia miliki. Namun, karena terlena
mencari informasi, ia tak sadar bahwa waktu yang ia miliki untuk belajar
tersisa empat bulan sebelum ujian seleksi dimulai. Sebelum ia dapat
memaksimalkan waktu yang tersisa untuk mengejar ketertinggalannya, musibah
menimpa keluarganya.
Di
tahun kedua ini, abangnya mengalami kecelakaan sehingga ia harus ikut andil
dalam membantu orang tuanya untuk ikut mengurus abangnya. Bolak-balik rumah
sakit ke rumah, menemani abangnya kontrol berbulan-bulan lamanya sudah menjadi
kesehariannya. Ia merasa banyak sekali hal yang ia tanggung sehingga
menyebabkan kurang maksimal dalam mempersiapkan ujian untuk tahun keduanya ini.
Seperti di tahun pertamanya, lagi-lagi penolakan ia dapatkan. Tak ingin
menyerah sampai disini, ia kembali mendaftar mandiri, harapan kali ini, kata
selamat yang ia dapatkan. Mungkin semesta belum berpihak padanya, semua jalur
mandiri yang ia daftarkan, tidak ada satupun ucapan selamat untuknya.
Perasaan
sedih dan kecewa kembali datang. Ayahnya menyarankan Novi untuk mencoba
mendaftar ke swasta, tekad kuat yang ia miliki untuk memperjuangkan kampus
negeri membuatnya kembali memutuskan untuk gapyear,
menjadi gapyear di tahun terakhir dan
kesempatan terakhir untuk memperjuangkan mimpinya untuk dapat menjadi bagian
dari apa yang ia impikan. Untuk ketiga kalinya ia harus mengikuti seleksi. Novi
tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan terakhir ini. Kembali ia rasakan sepi yang
teramat, teman-temannya yang sudah memiliki kesibukan masing-masing menjadi
salah satu faktornya.
Hasil pengumuman seleksi yang didapat Novi. Foto: dokumentasi pribadi.
Dalam
hidupnya Novi menerapkan prinsip “hidup kita itu ditentuin dari diri kita,
bukan orang lain,” jadi apapun keputusan yang ia ambil tentunya menjadi
tanggung jawabnya dan omongan orang lain selagi itu sifatnya membangun akan ia
ambil untuk evaluasi. Berkebalikan dengan omongan yang buruk tidak perlu
dipikirkan, karena hanya membawa pengaruh negatif dalam dir. Karena sejatinya,
orang hanya bisa berkomentar, tapi yang tahu usaha, kendala, pengorbanan apa
saja yang sudah dilalui cuma diri sendiri dan orang lain hanya ingin melihat
hasilnya.
Maka
di tahun terakhir ini, ia benar-benar berusaha sebaik yang ia bisa untuk
membuktikan kepada banyak orang bahwa menjadi gapyear tidak selamanya buruk. Gapyear
bukan semata-mata karena ia malas belajar, tetapi banyak hal yang
memengaruhinya. Entah karena masalah perekonomian keluarga, musibah yang datang
secara tiba-tiba, dan kejadian tak terduga lainnya. Memilih gapyear memang tidak mudah, tetapi
menjadi gapyear bisa membuat kita mempersiapkan semuanya dengan lebih maksimal.
Selain itu, menjadi gapyear kita bisa
mengevaluasi diri, apa yang membuat kita belum berhasil dan gapyear mengajarkan kita untuk menjadi
kuat serta sabar.
Sejatinya,
setiap orang pasti melakukan yang terbaik untuk dirinya, jika belum berhasil,
maka Tuhan menginginkan kita untuk berjuang lebih keras lagi. Dari Novi, kita
bisa belajar untuk selalu berusaha, tidak pantang menyerah, dan terus berdoa. Di
tahun ketiga sekaligus tahun terakhirnya, mari kita doakan semoga Novi bisa
meraih apa yang ia perjuangkan selama ini, semoga.
Komentar
Posting Komentar